Total Tayangan Halaman

Selasa, 30 Oktober 2012

POSTMODERNISME


POSTMODERNISME
Sejarah
Karakteristik postmodernisme, antara lain manusia tidak lagi dilihat sebagai subyek bahasa, subyek pemikiran, subyek sejarah, subyek wacana untuk memaknai realitas. Justru manusia dibicarakan oleh struktur-struktur bahasa.[1] Artinya, manusia dikendalikan oleh bahasa. Ini mengingatkan kita kepada hipotesis relativitas bahasa, yakni cara pandang seseorang dipengaruhi oleh bahasa yang dikuasainya. Akan tetapi, kadang kala kita terjebak oleh pernyataan ini. Hal yang patut disadari bahwa posmodernisme timbul sebagai akibat kegagalan aliran modern yang ditandai oleh dominasinya empirisme dan rasionalisme serta kapitalisme yang telah meminggirkan peran agama sehingga manusia mengalami disorientasi (kekacauan pandangan) dan pengasingan moral serta mental. Maka muncullah sekelompok pemikir yang mendeklarasikan ‘Ayo dobrak’ sebagai inti paham ‘dekontruksi’. Kata-kata ini sangat lekat dengan posmodernisme.
Definisi
Kata kuncinya adalah post (artinya pasca) yang menempel pada kata modernism. Modern itu sendiri berasal dari kata latin modo, just now, yakni baru saja. Pascamodern atau postmodernisme mengandung arti akibat dari, setelah, pascakelahiran, pengembangan, dan penolakan. Pandangan Ricard Appignanesi & Cris Garratt, menyatakan bahwa istilah ini dipakai secara leluasa dan otomatis membingungkan sebagai akibat dari dua sikap, yakni resistensi sekaligus pengaburan makna modernisme dan implikasi dari penguasaan pengetahuan luas ihwal modernisme yang kini sudah terlampaui era baru. Postmodernisme yang berkembang pada tahun 1960-an, yang pemikirannya berakar pada Nietczche dan Heideger memanyungi berbagai prestasi budaya seperti sastra, seni, arsitektur, sains, dan filsafat. Lebih jelasnya, kemudia Jean Francois Lyotard memberi batasan postmodernisme sebagai berikut:
1.       Adanya resistensi, keraguan, dan sikap skeptis terhadapa metanaratif, yakni teori



O’Donnnell Kevin. 2009. Postmodernisme. Yogyakarta : Kanisius


[1] Dinyatakan oleh Kaelan (1998), dalam A. Chaedar Alwasilah. 2008. Filsafat Bahasa dan Pendidikan. Bandung: Rosda, hlm. 121

Tidak ada komentar:

Posting Komentar